Kamis, 17 Maret 2016

Jujur yang Terbujur

Saat kejujuran sudah tidak dihargai lagi. Disitulah awal dari sebuah kehancuran.
Berbagai cara akan dicari untuk mencegah kehancuran, akan tetapi disaat yg sama kehancuran bermetamorfosa menjadi sebuah kebaikan yg terselubung.
Sebuah nilai penting untuk standarisasi kemajuan.
Peringkat juga penting untuk memacu adrenalin motivasi kompetisi sebuah generasi.
Peringkat dan nilai dapat diukur dengan angka-angka pasti.
Tapi Kejujuran selalu luput dari penilaian karena dia tersembunyi dan tidak dapat diukur.
Orang pintar semakin banyak, disaat yang sama Orang jujur pun semakin berkurang.
Selamat Datang di Indonesia. Negeri yang mengajarkan dan membiasakan mental Masyarakatnya dengan sebuah kebohongan sejak dari bangku sekolah.
Sekecil apapun hargailah sebuah kejujuran.

(S J A)

Sabtu, 12 Maret 2016

Tunjuk DIri

Terkadang kita terlalu gampang mengukur kapasitas seseorang, serta terlalu mudah untuk menilai kemampuan orang lain. Tapi sangat disayangkan disaat yang sama, kita tidak memiliki alat ukur atau barometer tentang kapasitas atau kemampuan diri kita sendiri.

Segala macam aturan serta standarisasi dibuat untuk mengukur serta meng-eveluasi pekerjaan orang lain. Tapi sangat sedikit kesadaran kita untuk bisa mengukur pekerjaan kita sendiri. Hal tersebut bisa jadi lumrah adanya dikarenakan Manusia merupakan "Mahluk ter-Egois" yang pernah diciptakan Tuhan di muka bumi ini.

Lihatlah!!! Dengan diciptakan secara sempurna oleh Tuhan, diberikan Akal dan Nafsu sekaligus, yang mana hal ini tidak diberikan kepada mahluk ciptaan-Nya yang lain, bahkan Malaikat sekalipun. Modal ini sudah cukup untuk bisa menjadikan Manusia mahluk SuperEgo.

Setiap permasalahan yang terjadi, selalu saja melihat dari sisi keuntungan individu, kekeluargaan ataupun golongan saja. Objektivitas permasalahan dilihat hanya berdasarkan kepentingan. Sehingga istilah Like Undislike sangat melekat dalam pengambilan suatu keputusan.

Sadarkah kita, disaat kita menunjuk seseorang, jari yang mengarah kepada orang tersebut hanyalah satu jari saja? Sedangkan tiga jari yang lainnya menghadap ke diri kita sendiri. Tidaklah salah kata pepatah "Semut di seberang lautan terlihat, gajah di pelupuk mata tak nampak" karena memang kita cenderung menghabiskan waktu untuk mencari serta menilai pekerjaan orang lain.

Kekurangan demi kekurangan selalu saja wajar adanya. Mari kita saling melengkapi, mari kita saling menyempurnakan tanpa melemahkan satu dengan yang lainnya. Perbedaan itu adalah Rahmat dari Tuhan. Perbedaan jangan menjadikan kita sebagai Mahluk Egois.

Anda yang diatas, jangan lupa menengok ke bawah. Anda yang dibawah hargailah yang di atas. Sebagai Pemimpin sepatutnya menjadi tiang penyanggah untuk menguatkan bukan untuk menggerogoti serta melemahkan.

Evaluasi diri jauh lebih penting kita lakukan.
Sudah tuluskah kita?
Sudah Ikhlaskah kita?
Apakah kita bertindak sudah cukup adil?
Apakah keputusan kita untuk kepentingan bersama?
Apakah aturan yang dibuat sudah dirundingkan bersama?
dan yang paling penting adalah.....
SUDAH BENARKAH KITA???
Apakah kita sudah cukup benar untuk menyelahkan?

Mari ber-introspakesi diri.

Salam