A. PENGANTAR
Pertumbuhan Ekonomi Syariah berjalan sangat lambat, ada beberapa factor
dan anggapan yang mempengaruhi hal ini.
Anggapan keliru tentang Syariah :
- Islam adalah agama ritual
- Islam dan Syariah tidak mencakup seluruh aspek
kehidupan
- Islam dan Syariah tak berkaitan dengan masalah
ekonomi, pembangunan, jual-beli, dll
- Syariah sebagai factor penghambat pembangunan
- Kegiatan ekonomi akan meningkat apabila
dibebaskan dari nilai-nilai normative dan rambu-rambu Illahi
- Syariah menghambat berkembangnya teori-teori
ekonomi
Ekonomi Syariah dilandaskan dari 4 norma Islam :
- Al - Qur’an
- As - Sunnah
- Al - Ijma’
- Al - Qisas (Semua yang haram tegas, kecuali ada
ketentuan yang memperbolehkannya)
Prinsip dasar dari Ekonomi Syariah :
§
Tauhid
§
Maslaha dan Falah (manfaat dan tujuannya)
§
Khalifa
§
Al – Amwal (Harta)
§
Adil
§
Ukhuwah
§
Akhlak
§
Ulil Amri (Pemerintah)
§
Huriyah dan Mas’uliah (Bebas tapi bertanggung
jawab)
§
Kerjasama
Sumber hukum dari Ekonomi Syariah adalah Ibadah dan Mualamat
- Ibadah, segalanya jelas dan tegas antara
Halal atau Haram, kecuali yang ada ketentuannya
- Muamalah, semuanya boleh atau halal, kecuali ada
larangan yang tegas. Prinsip bebas namun tidak melanggar.
Salah satu perbedaan yang sering dikemukakan antara Ekonomi Shatian
dengan Ekonomi Konvensional adalah BUNGA dan BAGI HASIL (Nisbah). Perbedaan Bungan dan bagi hasil sangat jelas bahkan hampir
di semua Kitab Suci agama manapun melarang Bunga.
BUNGA
|
BAGI
HASIL (Nisbah)
|
Besaran bunga ditetapkan dimuka dengan asumsi
untung
|
Ratio Nisbah
disepakati dalam akad dengan asumsi untung dan rugi
|
Besaran return didasarkan tingkat pokok uang
|
Besaran return tergantung perolehan hasil
|
Besarnya return dan biaya diketahui dimuka
|
Besarnya return tidak diketahui
|
Bunga mengikuti mekanisme pasar
|
Bagi hasil tergantung hasil usaha
|
Hukumnya diragukan semua agama
|
Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil
|
Larangan dari transaksi Syariah :
- Maasyir (Spekulasi). Bersifat spekulasi atau salah
satu pihak ada yang kalah. Ataupun adanya konstribusi dari pihak lain yang
kalah, cenderung mengakibatkan kecanduan.
- Gharar (Menipu). Ada unsur penipuan atau
memperdaya dalam melakukan suatu transaksi. Hal ini juga berlaku untuk pelaku
usaha yang tidak memiliki pengetahuan dibidang tersebut. Objek dari Gharar tidak jelas, tidak ada atau tidak
diketahui keberadaannya serta tidak dapat ditunjukkan objeknya saat transaksi
sehingga mengandung resiko yang berlebihan.
- Haram. Haram jelas merupakan sesuatu
yang tegas dilarang dalam Agama Islam. Dalam transaksi Syariah segala sesuatu
yang memiliki unsur Haram sangat dilarang, baik itu Zat atau benda, perilaku
serta segala hal yang dapat membatalkan akad
- Riba (Bunga). Tidak mengandung unsur Riba
ataupun bunga,dan tidak menjadikan Uang sebagai objek (Value of Money)
- Bathil atau Zhulum (Tidak sah / Aniaya /
Tadlis). Dalam bertransaksi tidak boleh
ada pihak yang dirugikan, dan tidak ada pihak yang dianiaya. Segala transaksi
harus Sah secara hokum Syariah
- Riswah (Suap)Setiap unsur dari transaksi
tidak mengandung suap, atau memberikan sesuatu imbalan tidak resmi diluar
aturan dengan maksud tertentu untuk mempermudah suatu transaksi
- Maksiat. Transaksi Syariah tidak boleh bertransaksi
atau membiayai untuk hal-hal yang diharamkan oleh agama, misalnya usaha
pornografi, pornoaksi, panti pijat, komerialisasi sex, dll.
- Tawarruq. Memanupulasi suatu transaksi
yang niatnya hanya uang. Kejadian seperti ini bias saja terjadi dalam transaksi
Lease back.
- Ta’alluq. Ta’alluq adalah ketergantungan
Akad 1 dengan akad lainnya. Dalam arti memunculkan 2 (dua) akad dalam suatu
transaksi untuk waktu yang sama, objek yang sama serta para pihak yang sama.
B. SUMBER DANA PEMBIAYAAN SYARIAH
- Sumber dana wajib diperoleh dengan Prinsip Syariah
seperti Lembaga Perbankan Syariah atau Lembaga Keuangan Non Bank namun
beroperasi secara Syariah
- Perorangan yang dijembatani dengan Akad dan
Operasional Syariah yang telah disepakati
- Menggunakan Akad yang sesuai dengan Prinsip
Syariah
C. WA’AD DAN AKAD
WA’AD
|
AKAD
|
Janji antara satu pihak dengan pihak yang lain
(mengikat satu arah)
|
Perjanjian kedua belah pihak dan saling mengikat
|
Pihak yang diberi janjji tidak memikul kewajiban
apapun kepada pihak pemberi janji
|
Kedua belah pihak saling memiliki hak dan
kewajiban
|
Term and
Condition tidak Well Define
|
Term and
Condition bersifat Well Define
(sudah ditetapkan secara rinci dan spesifik)
|
Bila janji tidak dipenuhi maka sanksi yang
diterima merupakan sanksi moral
|
Bila kewajiban tidak dipenuhi, maka sanksi yang
diterima sesuai dengan kesepakatan awal di akad
|
Wa’ad adalah perjanjian awal yang dilakukan sebelum Akad dilakukan,
tidak ada konsekwensi hokum dalam sebuah wa’ad. Isinya bersifat menyeluruh dan
biasanya tidak memuat hal-hal yang detail. Setelah Wa’ad dibuat barulah disusul
dengan Akad.
Apabila dilihat dari Jenisnya maka Akad terbagi menjadi :
- Akad Tijaroh. Jenis akad yang digunakan untuk
transaksi yang bersifat bisnis dan saling mengambil keuntungan komersil dalam
suatu transaksi
- Akad Tabarru’. Tabarru’ adalah akad yang
dilakukan untuk mengharapkan balsan dari Allah SWT. Pihak yang melakukan Akad
Tabarru’ tidak berkewajiban menanggung biaya yang timbul dalam pelaksanaan
akad, namun diperkenankan meminta
pengganti biaya dalam pelaksanaan akad.
Dalam proses pelaksanaanya
ditengah perjalanan Akad Tijaroh diperkenankan menjadi Akad Tabarru’. Akan
tetapi Akad Tabarru’ TIDAK BOLEH dirubag menjadi Akad Tijaroh ditengah perjalanan.
D. AKAD TIJAROH
Akad Tijaroh adalah akad yang bertujuan untuk mengambil
keuntungan komersil dari suatu transaksi. Ada berbagai jenis Akad Tijaroh yaitu
:
1.
Musyarokah
Adalah akad Syirkah
atau kerjasama peminjam (Musytari) dengan
Pihak pemberi dana (Shohibul Maal)
untuk usaha tertentu dimana para pihak memberikan konstribusi dan dengan
ketentuan keuntungan dan resiko ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
Akad Musyarokah biasanya terjadi antara Bank dengan
Multifinance untuk memenuhi kebutuhan Multifanance dalam melakukan kegiatan
pembiayaan dengan para nasabah.
Dalam hal kepemilikan Musyarokah memiliki opsi Musyarokah
Mutanaqishah. Secara harfiah arti dari Mutanaqishah itu sendiri adalah “mengurangi secara bertahap”. Dari sini kita dapat memahami bahwa Musyarakah Mutanaqishah adalah akad
kerajasama antara dua pihak ( Bank dengan Nasabah ), dalam kepemilikan suatu
asset, yang mana ketika akad ini telah berlangsung asset salah satu kongsi dari
keduanya akan berpindah ke tangan kongsi yang satunya, dengan perpindahan
dilakukan melalui mekanisme pembayaran secara bertahap.
Jenis keuntungan dalam Akad Musyarokah adalah Nisbah (Bagi hasil)
2.
Mudharobah
Akad Mudharobah adalah Akad bagi hasil (Nisbah) untuk pendanaan dalam melakukan
suatu pembiayaan. Akad Mudharobah memiliki turunan sebagai berikut :
§
Mudharobah Muqayyadah On Balancing
Adalah Akad Mudharobah yang mana Pihak Pemilik Dana (Shohibul Maal) ikut langsung dalam
proses operasional pembiayaan, penagihan, maintenance dan tercatat dalam
pembukuan serta masuk dalam asset pemilik dana
§
Mudharobah Muqayyadah Off Balancing
Adalah Akad Mudharobah dimana Pihak Pemilik Dana (Shohibul Maal) hanya bersifat Arranger serta hanya mengambil fee (Ujroh) dalam pembiayaan tersebut
§
Mudharobah Mutlaqah
Pendanaan oleh Pemilik Dana (Shohibul Maal) untuk proyek atau objek yang tidak diketahui dan keuntungan usaha dibagi berdasarkan
kesepakatan yang dituangkan dalam akad
§
Mudharobah
Musyaarakah
Pendanaan oleh Pemilik Dana (Shohibul Maal) untuk proyek atau objek
yang telah diketahui dan keuntungan
usaha dibagi berdasarkan kesepakatan yang dituangkan dalam akad
Jenis keuntungan dalam Akad Mudharobah adalah Nisbah (Bagi hasil)
3.
Murabahah (Jual-Beli / Pembiayaan Konsumen)
Akad Murabahah adalah akad yang sering digunakan dalam
multifinance syariah. Pengertian dari Akad Akad Murabahah adalak Akad Jual-Beli. Karena ini sifatnya
adalah Jual-Beli maka ada persyaratan dalam akad ini. Antara lain adalah :
- Ada Objek yang akan dibiayai
- Ada Harga Beli
- Pembeli akan membayar dengan angsuran dengan
harga lebih yang dianggap sebagai laba
- Objek dapat dinilai dengan uang dan tidak
dilarang secara syariah
- Objek dapat diterima Musytari (Nasabah)
- Spesifikasi harus dijelaskan menyangkut Urbun (DP), Fisik objek, jangka waktu
pemanfataan, sanksi wanprestasi, dll.
Dilihat dari
sifatnya Akad Jual-Beli dapat
dikategorikan menjadi 3 (tiga), yaitu :
Ø
Tauliyah
: Harga beli dan harga jual sama, atau istilah lain adalah impas, taka da keuntungan
yang diambil. Namun Musytari boleh memberikan kelebihan kepada Multifinance
Ø
Mustarsal
: Harga beli tidak diketahui oleh Musytari, namun harga jual diketahui oleh
Musytari
Ø
Murabahah :
Harga beli dan harga jual diketahui oleh kedua belah pihak
Jenis-jenis Akad
Murabahah :
a. Murabahah
bil Wakalah
Adalah akad jual-beli yang dilakukan dengan mewakili. Maksudnya
adalah Shohibul Maal (Pemberi dana)
memberikan kuasa kepada Musytari (Peminjam)
untuk melakukan pembelian secara lagsung kepada Dealer atau Supplier.
b. Salam
Pembiayaan suatu barang dengan cara pemesanan terlebih
dahulu, dan Pembayaran dilakukan terlebih dahulu dengan syarat tertentu dan telah
disepakati. Harga jual dicantumkan dalam akad jual-beli dan apabila telah
disepakati maka harga tidak boleh berubah.
Transaksi salam didahului dengan Akad pemesanan antara
Musytari (Peminjam/nasabah) dengan Multifinance (Shohibul Maal). Setelah itu dibuat akad terpisah dengan Akad Salam antara Multifinance dengan
Dealer/Supplier
c. Isthisna’
Pembiayaan suatu barang dengan cara pemesanan terlebih
dahulu, perbedaan dengan akad Salam adalah, untuk Akad Isthisna’ pembayarannya
dapat dilakukan secara bertahap (termin) kepada Dealer atau Supplier
Akad Salam dan Isthisna adalah turunan dari Akad
Murabahah karena melibatkan pihak ketiga (Dealer/Supplier) dengan pemesanan
terlebih dahulu.
Jenis kentungan
dalam Akad Murabahah adalah Margin
(kelebihan harga). Perbedaan mendasar antara Margin dan Bunga adalah :
MARGIN
|
BUNGA
|
Perhitungan bunga
menggunakan floating rate, maka besarnya bunga yang dibebankan bias berubah
sesuai dengan tingkat bunga di pasar
|
Bersifat tetap dan tidak terpengaruh perkembangan
tingkat suku bunga di pasar
|
Besarnya persentasi bunga dikaitkan dengan jumlah
uang yang dipinjamkan
|
Persentasi margin keuntungan didasarkan pada kesepakatan
antara pembeli dan penjual
|
4.
Ijaroh (Sewa guna / Lease)
Ijaroh adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan manfaat
atas suatu barang dalam periode tertentu dengan imbalan berupa Ujroh (Fee Based) antara pemberi sewa (Mu’ajjir / Multifinance) dengan penyewa
(Musta’jir) tanpa diikuti opsi
pengalihan barang.
Syarat Objek dari Ijaroh :
-
Barang Modal
-
Objek Ijaroh harus dana tau dalam penguasaan
pemberi sewa
-
Manfaat dari ijaroh harus diserahkan ke penyewa
-
Manfaat Ijaroh harus dapat dinilai
-
Manfaat tidak dilarang secara Syariah
-
Spesifikasi Objek harus dijelaskan secara
spesifik fisik, kalayakan, jangka waktu pemanfataan, dll.
Penyewa (Musta’jir) harus menjaga objek ijaroh
dan apabila masa sewa telah berakhir, maka objek ijaroh harus dikembalikan lagi
kepada pemberi sewa (Mu’ajjir) karena
objek adalah masih milik Mu’ajjir.
Pihak penyewa (Musta’jir) tidak boleh memindahtangankan objek ijaroh.
Namun ada juga
Akad Ijaroh yang mempunyai opsi kepemilikan pada akhir periode penyewaan. Akad
tersebut adalah Ijaroh Muntahiyah Bittamlik (IMBT)
Ijaroh
Mutanhiyah Bittamlik adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan
manfaat atas suatu barang dalam periode tertentu dengan imbalan berupa Ujroh (Fee Based) antara pemberi sewa (Mu’ajjir / Multifinance) dengan penyewa
(Musta’jir) disertai opsi pemindahan
hak milik atas objek kepada penyewa setelah selesai masa sewa.
Untuk harga
pengalihan objek IMBT tidak boleh ditentukan saat awal Akad, akan tetapi
ditentukan saat berakhirnya masa sewa.
Jenis kentungan
dalam Akad Ijaroh dan Ijaroh Muntahiyah Bittamlik adalah Ujroh (Fee Based)
5.
Wadi’ah
Dalam bidang ekonomi syariah, wadi’ah adalah titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat apabila nasabah yang
bersangkutan menghendaki.
Wadiah terbagi menjadi 2 jenis, yaitu :
-
Wadi’ah Yad Dhamanah, wadiah di mana si penerima titipan dapat memanfaatkan barang
titipan tersebut dengan seizin pemiliknya dan menjamin untuk mengembalikan
titipan tersebut secara utuh setiap saat kala si pemilik menghendakinya.
-
Wadi’ah Yad Amanah, wadiah di
mana si penerima titipan tidak bertanggungjawab atas kehilangan dan kerusakan
yang terjadi pada barang titipan selama hal ini bukan akibat dari kelalaian
atau kecerobohan penerima titipan dalam memelihara titipan tersebut.
Jenis kentungan
dalam Akad Wadi’ah adalah Bonus
E. AKAD TABARRU’
Transaksi dari
akad ini pada dasarnya adalah transaksi niralaba yang pada hakikatnya bukan
transaksi untuk mencari keuntungan komersil. Dalam akad Tabarru’ Pihak yang
berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan imbalan apaun kepada Pihak
lainnya, karena imbalan dari Akad Tabarru’ adalah dari Allah SWT bukan dari
manusia.
Akan tetapi boleh
meminta biaya untuk sekedar menutupi biaya (Cover
the Cost) yang timbul akibat dibuatnya Akad Tabarru’ akan tetapi tidak boleh sedikitpun mengambil laba atau
keuntungan dari akad tersebut.
Jenis-jenis Akad
Tabarru’
-
Qardh
Memberikan pinjaman tanpa mensyaratkan apapun dan tanpa meminta
kelebihan, selain mengembalikan pokok pinjaman saja dalam waktu tertentu
-
Rahn
Memberikan pinjaman dengan mensyaratkan jaminan dan tidak
mengharapkan kelebihan, selain mengembalikan pokok pinjaman saja dalam waktu
tertentu
-
Hiwalah
Pemberian pinjaman uang dengan tujuan untuk mengambil alih
piutang dari Pihak lain.
-
Wakalah
Bila kita meminjamkan “diri kita sendiri” (yakni berupa
jasa atau keahlian) saat ini untuk melakukan sesuatu atas nama orang lain, maka
itu disebut dengan wakalah.
-
Kafalah (Wakalah Bersyarat)
Dalam hal ini kita bersedia memberikan jasa kepada
orang lain jika terpenuhi kondisinya atau jika sesuatu terjadi (bersyarat).
Contoh ada seorang dosen berkata kepada asistennya “Tugas Anda menggantikan saya
mengajar bila saya berhalangan”. Dalam contoh tersebut terjadi Wakalah Bersyarat.
-
Hibah
-
Shadaqah
-
Waqaf
F. WANPRESTASI
Penetapan sanksi dalam Akad Syariah ada 2 jenis, yaitu :
- Ta'zir : Sanksi dapat berupa denda sosial ataupun ganti rugi
- Ta'widh : Sanksi berdasarkan sebab tertundanya pembayaran.
Ta'zir tidak dapat dimasukkan dalam komponen pendapatan lain-lain atau pendapatan perusahaan. Sedangkan Ta'widh hanya sekedar menutup kerugian biaya yang ditimbulkan.
Salam
S J A